02 June 2006

Sebelum Waktu Pergi dan Berlari

Hasrat harus segera dituntaskan sebelum runcing waktu membunuh sensitifitas tubuhku. Akan kupercikkan cahaya agar aku bisa menangkap jelas dimana malaikat itu tengah berada.

Seperti malam kau terdiam. Cangkir kopi dan bungkus rokok kretek menemanimu mengeja kesunyian. Seperti malam, hatimu teduh namun riuh. Laju kendaraan yang lalu-lalang diselingi teriakan klakson menjadi instrumen tersendiri dalam lantunan komposisi dini hari.

"Zahra! Zahra!" teriak seseorang yang berdiri di ujung jalan. O, andai kebekuan bisa rampung di sebuah ujung, tentu bulan tak perlu menyembunyikan kemolekan dibalik cadar hitam. Orang-orang bilang itu bulan sabit. Bagimu itu adalah amsal agar manusia bisa bersabar, bahwa keindahan tak bisa dinikmati sekali jadi.

Kau tercenung. Cangkir kopi di hadapanmu mengingatkan akan seorang bijak yang berkata, "Kau tahu, tak mungkin kau terjaga di pagi hari lantas mendapati secangkir kopi susu. Kau harus bangun lebih dini, menyeduh air, menyiapkan cangkir dan menambahkan kopi, gula atau apa saja yang kau suka, baru kau bisa menikmatinya."

Kau tersenyum. Untuk hal sesederhana itu harus ada orang lain yang memberimu ingat. Maka detik itu pula ada perasaan aneh yang menelusup dalam dada. Hangat, semacam cinta. Tapi kau tahu, kehangatan tak selalu membuatmu merasa nyaman.

"Musim semi sudah lewat," ucap perempuan yang kau temui kemarin siang. Kau ingin sepakat, mesti tak mudah. Bagaimana bisa musim semi sudah lewat, sementara bunga-bunga sedang bermekaran di pembatas jalan. Jika ini musim panas, mengapa matahari tak kunjung mengamuk ganas?

"Sebuah jawaban tak musti membuat keadaan jadi lebih baik," demikianlah jawaban yang diberikan Adam kepada Hawa di sebuah ruang waktu setelah sekian lama takdir memisahkan mereka berdua. Jawaban cerdas, pikirmu. Meski kau tahu bukan itu yang diperlukan saat ini. Kau butuh pasti. Supaya kelam yang lama tertanam segera tiwikrama. Bukan jadi raksasa, tapi jadi taman bunga tempatmu tinggal menghitung usia.

Ah, kau ingin sekali melanjutkan perbincangan yang terjeda. Sebab kau tahu pasti besok pagi akan mati. Sebab kau tahu besok pagi akan mati.

p.s: Bagian kedua dari tiga catatan. Catatan pertama telah sampai di salah satu pengguna Yahoo. bagian terakhir masih diendapkan di ruang ide penulis. Doakan agar segera usai.

No comments: