05 June 2006

Terkutuklah Aku Yang Tak Bisa Membaca Jejakmu

Adalah aku, pejalan yang menempuh hidup mencari tempat berteduh, pemulung remah-remah peradaban yang berserakan, memilihnya sedemikian rupa, mencatatkannya agar tetap abadi meski digerus laju masa.

Bersyukurlah aku tatkala rotasi waktu mengantar aku di sebuah kota dimana kudapati engkau disana. O, siapa yang tak bahagia berjumpa saudara tua, kawan menempuh jalan menuju pencapaian. Aku dan engkau, kita berteriak lepas mengikrarkan persekutuan. Meminta langit jadi saksi tentang setia abadi.

Kemudian senja menyapa. Mengajak kita mengambil jeda. Tubuh yang lelah butuh istirah.

Ah, betapa syahdu menikmati merdu disitu
Betapa syahdu menikmati merdu disitu

Namun terkutuklah aku yang memuja sebuah nama. Tanpa sempat membaca jejakmu yang bersemayam disana. Maka terkutuk aku untuk kesekian kali, sebab mencoba membangun rumah di tanah yang lebih dulu kau tanami. Engkau lebih dulu menghitung waktu di danau itu. Engkau lebih dulu menghitung waktu di danau itu.

Adalah aku, pejalan yang menempuh hidup mencari tempat berteduh, pemulung remah-remah peradaban yang berserakan, memilihnya sedemikian rupa, mencatatkannya agar tetap abadi meski digerus laju masa.

(Bagian terakhir dari tiga catatan. Semoga cukup sampai disini saja)

No comments: