Aku hanya lelaki biasa yang menyimpan sepi dalam dada. Menikmati hari dengan menanam puisi di beranda hati. Menjauh dari riuh dan gaduh. Aku hanya lelaki biasa yang menyimpan sepi dalam dada. Merawat sajak-sajak yang lahir tanpa ibu. Membesarkan mereka dalam kembara yang basah oleh keringat bahkan darah. Melantunkan doa kepadaNya agar saat itu tiba, anak-anak bisa berdiri sendiri, bahkan berlari tanpa harus ditemani.
Dan hidup makin pekat. Tercemar debu mencekat. Sementara laku baru separuh. Tapi aku lemah dihantam keruh. Duhai matahari, bulan, bintang dan pelangi. Segera kemari, beri setitik sahaja perkasa, pesona juga warna. Agar hidup tak berhenti saat ini. Segera kemari. Sebelum jantung lelah berdegup. Sebelum udara enggan terhirup.
Duhai awan, hujan, sungai dan telaga. Cepat kesini. Beri setetes air untuk dahaga yang tak tertahankan. Agar perjalanan bisa dilanjutkan. Cepat kesini. Sebelum kaki mati lemah. Sebelum tubuh lunglai lungkrah.
(dalam lelapnya lelaki biasa yang menyimpan sepi di dadanya bertemu matahari, bulan, bintang, pelangi, awan, hujan,sungai dan telaga. Dan saat terjaga, ia temukan bungkusan berisi segala yang ia minta sebelum tidur)
08 November 2005
04 November 2005
Sajak I
Doa Yang Tak Biasa
Tuhan
Sudikah engkau memberiku sedikit amnesia
Agar aku tak terlalu menyekutukanMu
Karna terlalu memujanya
Berburu Waktu
Berburu waktu
Dalam perjalanan yang purba
Berharap menemukan diri
Pada sebuah persinggahan
Namun arti tak datang sebelum ada pasti
Bahwa raga berujung pada sebuah titik :
Mati
Ritual di Sebuah Pagi
Ternyata
Damai bersembunyi disebuah cangkir kopi
Ketika matahari menyapa bumi
Beruluk salam bagi seorang penghuni
Catatan Kecil
I
Senja itu kau datang menagih hutang
Tapi aku tak punya apa-apa selain kata
Bagaimana jika kuberi engkau selembar puisi
untuk kau baca
Lalu kau simpan dalam almari rasa
II
Membaca dalam sebuah tamu
Tak ada kesimpulan baku
Mungkin, aku butuh tambahan waktu
Agar bisa menerjemahkanmu
III
Saat takdir enggan berdamai dengan ingin
Apakah mungkin menemukan aku dengan bercermin
dimuat juga di buletin MISYKATI
Tuhan
Sudikah engkau memberiku sedikit amnesia
Agar aku tak terlalu menyekutukanMu
Karna terlalu memujanya
Berburu Waktu
Berburu waktu
Dalam perjalanan yang purba
Berharap menemukan diri
Pada sebuah persinggahan
Namun arti tak datang sebelum ada pasti
Bahwa raga berujung pada sebuah titik :
Mati
Ritual di Sebuah Pagi
Ternyata
Damai bersembunyi disebuah cangkir kopi
Ketika matahari menyapa bumi
Beruluk salam bagi seorang penghuni
Catatan Kecil
I
Senja itu kau datang menagih hutang
Tapi aku tak punya apa-apa selain kata
Bagaimana jika kuberi engkau selembar puisi
untuk kau baca
Lalu kau simpan dalam almari rasa
II
Membaca dalam sebuah tamu
Tak ada kesimpulan baku
Mungkin, aku butuh tambahan waktu
Agar bisa menerjemahkanmu
III
Saat takdir enggan berdamai dengan ingin
Apakah mungkin menemukan aku dengan bercermin
dimuat juga di buletin MISYKATI
Menanam Mentari
aku akan menanam mentari di jendela hati
hingga saat malam tiba
jiwaku akan tetap bercahaya
hingga saat malam tiba
jiwaku akan tetap bercahaya
Subscribe to:
Posts (Atom)