20 December 2006

Sakauta Ingin Mati

: untuk kawan-kawan baik

Sakauta datang dengan bungkusan luka. Tak pernah ia merasa sesakit ini sebelumnya. Memang, baginya hidup adalah kesakitan yang tak terjeda. Meski begitu akumulasi adalah sesuatu yang lain; engkau bisa menahan mereka satu-satu, tidak saat luka berkumpul jadi satu.

Sakauta duduk di muka pintu rumah. Wajahnya lelah. Surat itu memang untuknya. Tapi apa yang bisa ia lakukan sekarang. Entah. Sepertinya orang-orang sudah menutup mata. Bukan. Bukan buta. Mereka butuh istirahat setelah lelah jalan-jalan. Lalu Sakauta berjalan meninggalkan rumah. Bungkusan luka masih ada di tangannya.

Di lapangan ia berhenti. Duduk sejenak untuk mendinginkan hati. Hey! Sakauta tersenyum. Tidak. Sakauta tak hanya tersenyum, ia tertawa. Tapi hanya sebentar. Seketika wajahnya muram entah karena apa.

Ia merasa sendirian sekarang. Melihat lalu lalang kendaraan, orang-orang yang sesekali melintas. Ia sendirian sekarang. Melihat langit, bintang-bintang. Eh, bulan sedang sembunyi. Bulan tak tampak kali ini. Sebelum ritual melihat langit berakhir, tangan kirinya merogoh saku celana, masih ada beberapa batang rokok. Ia nyalakan sebatang. Huh, udara malam terasa dingin sekali. Ia masukkan tangan kanan pada saku sebelah kanan. Jemarinya menyentuh sesuatu. Kertas. Lalu diambilnya dua kertas dari saku. Satu berwarna kuning dengan huruf-huruf tercetak. Itu surel yang diprint di sekretariat tadi sore. Satu lagi tulisan tangan pada lembaran buku catatan. Ia kenal betul kertas itu sebagaimana ia kenal tulisan tangan milik siapa yang ada di sana. Lalu surel itu? Entahlah.

Aneh. Sakauta merasa ganjil. Dua surat dalam waktu hampir bersamaan berisi kesakitan. Ia kenal baik siapa yang menulis dua surat itu. Rasanya ada yang ganjil. Tapi Sakauta memang dilahirkan hanya untuk bertanya. Sebuah alasan tak musti membuat keadaan lebih baik, kata-kata itu yang masih saja diyakini hingga kini.

Malam makin larut. Udara dingin semakin terasa menelusup dalam tulang. Ah, Sakauta butuh istirahat. Ia sangat lelah. Tapi ia bimbang, kemana hendak melanjutkan perjalanan?

Sakauta ingin mati. Ingin sekali. Tapi tidak hari ini. Tidak saat ini.

3 comments:

fuddyduddy said...

Sakauta kau tak sendirian...
Aku tahu betul isi dua surat berisi 'kesakitan' itu...
Jangan kemari bila kau rasa sepi.
Sakauta kau tak sendirian...

Alex Ramses said...

s(y)akauta(u) ilaa waqii'i suu'a chifdzii,, fa-arsyadaniy ilaa tarki al ma'aashiy,,,

hhehe jaka sembung ya,,, udah gak usah dipikirin, dia tuh orangnya emang gituuu,,, hihihihi

elchecago said...

memang belum saatnya matiiii...
meski kadang hanya tersakiti
tapi tetap belum saatnya untuk mati