08 November 2005

Monolog Sunyi

Aku hanya lelaki biasa yang menyimpan sepi dalam dada. Menikmati hari dengan menanam puisi di beranda hati. Menjauh dari riuh dan gaduh. Aku hanya lelaki biasa yang menyimpan sepi dalam dada. Merawat sajak-sajak yang lahir tanpa ibu. Membesarkan mereka dalam kembara yang basah oleh keringat bahkan darah. Melantunkan doa kepadaNya agar saat itu tiba, anak-anak bisa berdiri sendiri, bahkan berlari tanpa harus ditemani.

Dan hidup makin pekat. Tercemar debu mencekat. Sementara laku baru separuh. Tapi aku lemah dihantam keruh. Duhai matahari, bulan, bintang dan pelangi. Segera kemari, beri setitik sahaja perkasa, pesona juga warna. Agar hidup tak berhenti saat ini. Segera kemari. Sebelum jantung lelah berdegup. Sebelum udara enggan terhirup.

Duhai awan, hujan, sungai dan telaga. Cepat kesini. Beri setetes air untuk dahaga yang tak tertahankan. Agar perjalanan bisa dilanjutkan. Cepat kesini. Sebelum kaki mati lemah. Sebelum tubuh lunglai lungkrah.

(dalam lelapnya lelaki biasa yang menyimpan sepi di dadanya bertemu matahari, bulan, bintang, pelangi, awan, hujan,sungai dan telaga. Dan saat terjaga, ia temukan bungkusan berisi segala yang ia minta sebelum tidur)

No comments: